Sabtu, 08 Juni 2013

CONTOH KASUS HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI


Dualisme penyelesaian secara hukum (litigasi) dalam sengketa ekonomi syariah yang bisa ditangani Pengadilan Agama maupun Pengadilan Umum dikhawatirkan membuat kegamangan bagi kepastian hukum ekonomi syariah di masa mendatang. Demikian diungkapkan Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO) Dr. H. A. Riawan Amin, M.Sc. usai seminar “Penyelesaian Hukum Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia”, yang diselenggarakan Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI), Jakarta, Sabtu (18/6).
Riawan Amin berpendapat seharusnya penyelesaian masalah melalui Badan Arbritase Syariah Nasional (Basyarnas) bisa dimaksimalkan. Menurutnya, Badan itu bisa menjadi alternatif untuk menghindari persengketaan melalui musyawarah untuk mufakat. Namun, Ia mengingatkan, jika masalah itu memasuki wilayah persengketaan maka Pengadilan Agamalah yang berhak menanganinya sesuai dengan UU tentang Peradilan Agama No. 50/2009 yang menyempurnakan UU No. 3/2006.
Selain itu, Riawan menambahkan, Mahkamah Agung juga telah banyak menginvestasikan pengembangan sumber daya dengan mengadakan pelatihan serta mengirimkan sejumlah hakim agama keluar negeri guna mempelajari berbagai kasus yang menyangkut ekonomi syariah. Karenanya, mantan Direktur Bank Muammalat itu mengimbau agar Bank-bank Syariah ikut mendukungnya, termasuk membawa masalah yang berkenaan dengan ekonomi syariah ke peradilan agama bukan peradilan umum.
Mengenai adanya kesangsian publik atas kemampuan mengatasinya, Riawan meminta agar semua pihak memberikan kesempatan kepada peradilan agama untuk berkembang dengan berlatih menghadapi berbagai kasus. Ia mengingatkan pernyataannya bukanlah keberpihakan namun juga harus dilihat dari kelayakannya. Jika sengketa ekonomi syariah dibawa ke pengadilan umum, mungkin saja hakimnya lebih paham tentang masalah niaga tetapi apakah mereka paham tentang syariah? Begitu juga sebaliknya. “Proporsional saja, mana yang lebih diprioritaskan bisnisnya atau syariahnya?” ujar Riawan.
Hakim Utama Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Drs. H. Khalilrrahman, MH. MBA, berpendapat diperlukan kejelasan pembagian pangaturan dalam sistem peradilan, terutama jika menyangkut masalah hukum ekonomi syariah seharusnya diselesaikan di pengadilan, hakim dan cara sesuai syariah. Menurutnya, beberapa masalah hukum yang ditangani pengadilan agama saat ini tidak hanya masalah perkawinan dan warisan saja, melainkan juga masalah ekonomi. Bahkan, banyak beberapa masalah yang diputuskan cukup memuaskan masyarakat.

CONTOH KASUS ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT


KPPU vs Carrefour
KPPU seperti kembali ke permukaan dengan gugatan yang dilayangkan kepada raksasa bisnis belakangan ini. Kali ini raksasa yang dihadapi KPPU adalah perusahaan ritel 5 besar dunia Carrefour. Mencuatnya kasus Carrefour ini tepat di saat memasuki 10 tahun keberadaan UU No. 5/1999 tentang larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Telah sepuluh tahun KPPU dan UU antimonopoli di Indonesia dan banyak kasus yang telah ditangani oleh KPPU beberapa diantaranya adalah kasus besar dimana KPPU berhadapan langsung dengan raksasa bisnis global yang beroperasi di Indonesia. Namun dalam kurun waktu 10 tahun itu pula citra KPPU sempat tercoreng ketika seorang komisionernya tertangkap tangan menerima suap dari salah satu perusahaan yang terlibat perkara. Kini kasus Carrefour muncul tepat di saat 10 tahun keberadaan UU antimonopoli dan sekaligus akan membuktikan keberadaan KPPU dalam menegakkan persaingan sehat di Indonesia
Pada pertengahan 2008 lalu citra KPPU sempat tercoreng akibat kasus dugaan suap yang menimpa salah satu mantan komisioner M. Iqbal. Iqbal yang pada saat itu menjabat sebagai ketua KPPU menangani perkara hak siar Liga Inggris oleh Astro All Asia Network Plc. Salah satu amar dalam putusan tersebut adalah memerintahkan perusahaan afiliasi Astro (All Asia Multimedia Networks -AAMN) untuk tetap mempertahankan kelangsungan hubungan usaha dengan PT Direct Vision –anak perusahaan PT Ayunda Prima Mitra. Ayunda sendiri merupakan anak usaha dari First Media yang dimiliki oleh Grup Lippo. Belakangan diketahui bahwa M Iqbal menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Presiden Direktur First Media Billy Sundor.Hal itu akhirnya menorehkan malu di muka lembaga tersebut di tengah upaya penegakkan persaingan usaha yang sehat di Indonesia.
Pada awal 2008 KPPU juga sempat berhadapan dengan salah satu raksasa Telekomunikasi Asia, Temasek. Hal itu bermula ketika pada Desember 2007 KPPU memutuskan Temasek Holding melanggar UU No 5 Tahun 1999 tentang persaingan usaha karena terbukti memiliki kepemilikan silang (cross ownership) dengan operator lain di Indonesia. Kasus itupun berlanjut dengan gugatan balik oleh Temasek.
Kasus yang dimunculkan oleh KPPU kali ini adalah mengenai dugaan monopoli dalam memungut harga sewa ruang yang berlebihan dan proses akuisisi terhadap Alfa. Dalam perkara tersebut Carrefour melanggar dua pasal dalam UU No. 5/1999 yakni pasal 17 tentang monopoli dan pasal 25 tentang posisi dominan.



Terkait dengan kepemilikan saham pada PT Alfa Retailindo Tbk, Carrefour berpotensi untuk melanggar Pasal 28 UU No. 5/1999 yang mengatur mengenai proses penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Diawali pada sekitar pertengahan 2008 lalu Carrefour membeli 75 % saham Alfa sementara 20 %-nya masih dikuasai oleh PT Sigmantara Alfindo dan 5 % sisanya oleh publik. Disinyalir bahwa PT PT Sigmantara Alfindo yang merupakan pemegang saham terbesar kedua Alfa akan melepas sahamnya pada tahun 2011 kepada Carrefour. Hal inilah yang akan berpotensi melanggar pasal 28 tersebut.
Dugaan lainnya yang dilayangkan KPPU kepada Carrefour adalah mengenai tindakan monopoli dalam memungut harga sewa ruang yang berlebihan serta biaya trading term(syarat perdagangan) yang memberatkan. Hal tersebut juga terkait dengan tuding bahwa Carrefour memiliki posisi yang dominan dengan pangsa pasar melebihi 66 persen. Dalam mendefinisikan pangsa pasar tersebut Carrefour berbeda pendapat dan bersikukuh (berdasarkan riset Nielsen)hanya memiliki pangsa pasar retail modern sebesar 17 persen dan pangsa pasar grosir sebesar 6.3 persen. Posisi dominan terebut memungkinkan Carefour untuk memonopoli penetapan harga sewa ruang, penentuan besaran potongan harga tetap (fixed rebate), potongan harga khusus (conditional rebate), dan biaya pendaftaran barang (listing fee). Praktek Carrefour ini merugikan pemasok, seperti dinyatakan oleh Asosiasi Pemasok Pasar Modern (AP3MI.
Disini terjadi perbedaan penafsiran mengenai pasar yang dimaksud dan metode yang digunakan dalam menetapkan pangsa pasar tersebut. KPPU menggunakan dua acuan yakni pasar hulu (upstream) atau pasar pemasok dan pasar hilir (downstream) atau pasar konsumen. Yang dipersoalkan KPPU adalah pasar pemasok. Berdasarkan metode tersebut diketahui bahwa konsentrasi pasar pemasok KPPU melonjak setelah menguasai Alfa, dari 44,74 persen menjadi 66,73 persen.
Kasus ini masih berjalan dan kita akan menunggu kemampuan KPPU untuk menegaskan keberadaannya dalam menegakkan persaingan sehat dalam dunia usaha ditengah kepungan kapitalis yang mengusai perekonomian. Saya pikir mencuatnya kasus ini sanagatlah tepat di saat perjalanan KPPU mencapai usia 1o tahun. Di usia tersebut kita semua berharap bahwa KPPU akan semakin dewasa dan memapu menunjukkan keberadaannya dalam menegakkan persaingan sehat dalam dunia usaha di Indonesia.

CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN


Berikut adalah contoh kasus perlindungan konsumen listrik.
Di Batam tarif listrik mengalami kenaikan sebesar 14,8% yang diberlakukan sejak tanggal 1Oktober 2008. Hal ini  membuat masyarakat khususnya dunia usaha mengajukan keberatan atas kenaikan tarif listrik tersebut karena kenaikan tersebut dapat menyebabkan dunia usaha mengalami gulung tikar akibat pengelola harus menanggung kenaikan lebih dari 50% dari sebelumnya.
Sesuai dengan penjelasan UU Perlindungan Konsumen, bahwa tarif atau harga tidak menjadi objek perlindungan konsumen, yang menjadi objek adalah tentang cara menjual pelaku usaha. Namun, apabila PLN memberikan pelayanan yang kurang maksimal, maka konsumen dapat melakukan tuntutan kepada PT PLN.
Atas dasar tersebut, Yayasan Lembaga Konsumen Batam mengimbau kepada masyarakat untuk melakukan pemantauan dan mengajukan tuntutan jika pelayanan PLN tidak sesuai janjinya.
Contoh lainnya seperti pencatatan meteran listrik yang tidak sesuai dengan pemakaian atau pembebanan biaya pemberitahuan tagihan kepada konsumen, padahal sebelumnya tidak ada kesepakatan antara konsumen dengan PT PLN tentang hal tersebut, berarti PT PLN melakukan tindakan secara sepihak tanpa kesepakatan dua belah pihak.
Pada dasarnya hukum perjanjian yang berlaku selama ini mengandaikan adanya kesamaan posisi tawar diantara para pihak, namun dalam kenyatannya asumsi yang ada tidaklah mungkin terjadi apabila perjanjian dibuat antara pelaku usaha dengan konsumen. Pada saat membuat perjanjian, konsumen dengan pelaku usaha posisi tawarnya menjadi rendah, untuk itu diperlukan peran dari berbagai sisi untuk menjadi penyeimbang ketidaksamaan posisi tawar melalui UU, tetapi peran konsumen yang berdaya juga harus terus menerus dikuatkan dan disebarluaskan.

Sabtu, 01 Juni 2013

CONTOH KASUS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Para anggota BSA termasuk ADOBE, AutoDesk, Bently, CNC Software, Lotus Development, Microsoft, Novell, Symantec, dan Santa Cruz Operation adalah perusahaan-perusahaan pencipta program atau piranti lunak computer untuk computer pribadi (PC) terkemuka didunia, dan juga adalah badan hukum Amerika Serikat yang berkedudukan di Amerika Serikat. Oleh karena itu program atau piranti lunak computer, buku-buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya ciptaan perusahaan-perusahaan tersebut dilindungi pula oleh Undang-Undang Hak Cipta Indonesia.
Disamping itu, orang ataupun perusahaan juga dapat dikenakan gugatan perdata dari pemegang atau pemilik hak cipta itu, yang dapat menuntut ganti rugi dan atau memohon pengadilan untuk menyita produk-produk bajakan tersebut dan memerintahkan anda atau perusahaan anda menghentikan pelanggaran-pelanggaran itu. Kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh teknologi informasi tidak dapat lepas dari keberadaan HKI. Secara umum HKI adalah perlindungan hukum yang berupa hak yang diberikan oleh negara  secara eksklusif terhadap karya-karya yang lahir dari suatu proses kreatif pencipta atau penemunya. Cyberspace yang ditopang oleh dua unsure utama, computer dan informasi, secara langsung bersentuhan dengan obyek-obyek pengaturan dalam HKI, yaitu cipta, paten, merek, desain industri, rahasia dagang dan tata letak sirkit terpadu. HKI mendapatakan sorotan khusus karena hak tersebut dapat disalahgunakan dengan jauh lebih mudah dalam kaitannya dengan fenomena konvergensi teknologi informasi yang terjadi. Tanpa perlindungan, obyek yang sangat bernilai tinggi ini dapat menjadi tidak berarti apa-apa, ketika si pencipta atau penemu tidak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkannya selama proses penciptaan ketika orang lain justru yang memperoleh manfaat ekonomis dari karyanya. Di Indonesia pelanggaran HKI sudah dalam taraf yang sangat memalukan. Indonesia mendudki peringkat ketiga terbesar dunia setelah Ukraine dan China dalam soal pembajakan software. Pembajakan yang terjadi di Indonesia dalam bidang computer sungguh sangat memprihatinkan. Sekitar lebih dari 90% program yang digunakan di Indonesia merupakan program yang disalin secara ilegal. Dampak dari pembajakan tersebut menurunkan citra dunia Teknologi Informasi Indonesia pada umumnya. Hal ini menurunkan tingkat kepercayaan para investor, dan bahkan juga menurunkan tingkat kepercayaan calon pengguna tenaga TI Indonesia. Pada saat ini bisa dikatakan tenaga TI Indonesia belum dapat dipercaya oleh pihak Internasional, hal ini tidak terlepas dari citra buruk akibat pembajakan ini. Yang lebih memprihatinkan lagi dikarenakan Indonesia merupakan Negara Asia pertama yang ikut menandatangani Perjanjian “Internet Treaty” di Tahun 1997. Tapi Indonesia justru masuk peringkat tiga besar dunia setelah Vietnam dan Cina, sebagai Negara paling getol membajak software berdasarkan laporan BSA (Bussiness Software Alliance). Suburnya pembajakan software di Indonesia disebabkan karena masyarakatnya masih belum siap menerima HKI, selain itu pembajakan software sepertinya sudah menjadi hal yang biasa sekali di negeri kita dan umumnya dilakukan tanpa merasa bersalah. Bukan apa-apa, di satu sisi hal ini disebabkan karena masih minimnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai hak dan kekayaan intelektual yang terdapat pada setiap software yang digunakan. Di sisi lain, harga-harga software propriatery tersebut bisa dikatakan diluar jangkauan kebanyakan pengguna di indonesia.
Permasalahan yang cukup menggelitik adalah kenyataan bahwa penggunaan software bajakan ini tidak hanya melingkupi publik secara umum saja, namun pula mencakup kalangan korporat, pemerintahan, atau bahkan para penegak hukumnya sendiri pun bisa dikatakan belum bisa benar-benar dikatakan bersih dari penggunaan software bajakan. Untuk mengurangi angka pembajakan di dunia yang semakin hari semakin meningkat maka sebuah perkumpulan industri yang bergerak di software AS yang dikenal dengan BSA (Business Software Aliance) sudah menyatakan perang dan akan terus melacak penggunaan software illegal oleh perusahaan  swasta dengan cara melibatkan masyarakat melalui sayembara berhadiah Rp.50 juta bagi siapa saja yang memberikan informasi yang akurat dan tepat tentang penggunaan  software illegal di perusahaan. Informasi yang masuk ke BSA bisa saja dari masyarakat luas, bias saja dari karyawan perusahaan itu sendiri yang tidak loyal sehingga mereka memberikan informasi kepada BSA.
Sementara pemerintah Indonesia akan menggiatkan kampanye melawan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan akan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya masalah ini. Pemerintah juga akan meningkatkan frekuensi pembersihan (razia), memperberat hukuman terhadap para pelanggar HKI dan melakukan usaha-usaha untuk mencegah masuknya produk-produk bajakan ke Indonesia. Salah satu langkah yang diambil pemerintah Indonesia adalah dengan membentuk Tim Keppres 34, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan perundang-undangan hak cipta, merek dan paten. Dampak pembajakan software di Indonesia tidak hanya merugikan perusahaan pembuat software saja, tetapi pemerintah Indonesia juga akan terkena dampaknya. Industri software local menjadi tidak berkembang karena mereka tidak mendapat hasil yang setimpal akibat aksi pembajakan ini. Selain itu mereka menjadi enggan untuk memproduksi software, karena selalu khawatir hasilnya akan dibajak.
Terlepas dari perusahaan software yang semakin hari merugi karena aksi pembajakan, sebetulnya dunia TI Indonesia kini benar-benar menghadapi suatu masalah besar. Dengan berlakunya TRIPs (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights Agreement) yang dicanangkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mulai 1 Januari 2000, produsen-produsen paket piranti lunak komputer terutama yang tergabung dalam Business Software Alliance (BSA) akan menuntut pembajak program buatan mereka ditindak tegas sesuai ketentuan. Amerika Serikat, melalui United State Trade Representatif yang dalam beberapa tahun belakangan ini menempatkan Indonesia pada posisi priority watch list. Kedudukan ini sekelas dengan negara-negara lain seperti, Cina, Bulgaria, Israel, Malaysia, Brunei, Afrika Selatan, Mexico, maupun Korea. Padahal, pengelompokan ini bukan tanpa sanksi. Jikalau Indonesia tak dapat memperbaiki keadaan, maka sanksinya adalah penggunaan spesial 301 pada United States (US) Trade Act. Ketentuan ini memberikan mandat kepada pemerintah Amerika Serikat untuk melakukan pembalasan (retaliation) di bidang ekonomi kepada Indonesia. "Dalam hal ini, pasar Indonesia di Amerika Serikat yang menjadi taruhannya, bidang yang menjadi sorotan utama, yakni hak cipta menyangkut pembajakan video compact disk serta program komputer, dan paten berkenaan dengan obat-obatan (pharmaceuticals). Karena itu, yang penting sebenarnya, adalah komitmen dari penegak hukum Indonesia pada standar internasional mengenai HKI sendiri. Apalagi, Indonesia sudah menyatakan ikut dalam convention Establishing on the World Trade Organization (Konvensi WTO) yang di dalamnya terdapat Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Agreement (TRIPs).
Memang hukuman tersebut belum dilakukan secara langsung, tapi dapat berakibat pada eksport Indonesia ke USA, dan yang buntut-buntutnya mempengaruhi perekonomian Indonesia pada umumnya. Sayang sekali masih diabaikan oleh masyarakat luas, termasuk pihak pendidikan, bidang HKI sangat lekat dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pertumbuhan penghormatan atas HKI tumbuh sejalan dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. " Jika suatu negara perekonomiannya tergantung pada investasi asing, maka mereka pun sangat berkepentingan dengan perlindungan HKI. Keluhan utama dari investor Amerika Serikat adalah belum memadainya penegakan hukum bidang HKI di Indonesia.

Menurut kami solusi dalam pelanggaran HKI adalah kesadaran dari diri sendiri akan pentingnya menghargai hasil karya milik orang lain. Apabila tidak mampu membeli software original masih ada alternatif selain membeli atau menggunakan versi bajakan yaitu dengan menggunakan software alternatif versi open source yang bebas digunakan dan diperbanyak oleh siapapun namun tidak untuk dikomersilkan, dengan mengerti segala konsekuensinya maka tidak akan terjadi pelanggaran-pelanggaran HKI

CONTOH KASUS WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN



1.      Seseorang dengan tanpa izin membuat situs penyayi-penyayi terkenal yang berisikan lagu-lagu dan liriknya, foto dan cover album dari penyayi-penyayi tersebut. Contoh : Bulan Mei tahun 1997, Group Musik asal Inggris, Oasis, menuntut ratusan situs internet yang tidak resmi yang telah memuat foto-foto, lagu-lagu beserta lirik dan video klipnya. Alasan yang digunakan oleh grup musik tersebut dapat menimbulkan peluang terjadinya pembuatan poster atau CD yang dilakukan pihak lain tanpa izin. Kasus lain terjadi di Australia, dimana AMCOS (The Australian Mechanical Copyright Owners Society) dan AMPAL (The Australian Music Publishers Association Ltd) telah menghentikan pelanggaran Hak Cipta di Internet yang dilakukan oleh Mahasiswa di Monash University. Pelanggaran tersebut terjadi karena para Mahasiswa dengan tanpa izin membuat sebuah situs Internet yang berisikan lagu-lagu Top 40 yang populer sejak tahun 1989 (Angela Bowne, 1997 :142) dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.

2.      Seseorang dengan tanpa izin membuat sebuah situs yang dapat mengakses secara langsung isi berita dalam situs internet milik orang lain atau perusahaan lain. Kasus : Shetland Times Ltd Vs Wills (1997) 37 IPR 71, dan Wasington Post Company VS Total News Inc and Others (Murgiana Hag, 2000 : 10-11)dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.

3.      Seseorang tanpa izin membuat situs di Internet yang berisikan lagu-lagu milik penyanyi lain yang lagunya belum dipasarkan. Contoh kasus : Group musik U2 menuntut si pembuat situs internet yang memuat lagu mereka yang belum dipasarkan (Angela Bowne, 1997 :142) dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.

Saat ini share (Membagi) suatu berita oleh Situs berita sudah merupakan sebuah nilai yang akan menaikan jumlah kunjungan ke situs berita itu sendiri, yang secara tidak langsung share(Membagi) berita ini akan menaikan Page Rank situs berita dan mendatangkan pemasang iklan bagi situs berita itu sendiri. Misalnya beberapa situs berita terkenal Indonesia menyediakan share beritanya melalui facebook, twitter dan lain-lain.
Maka, share ini secara tidak langsung telah mengijinkan orang lain untuk berbagi berita melalui media-media tersebut dengan syarat mencantumkan sumber berita resminya. Maka dalam kasus ini, Hak Cipta sebuah berita telah diizinkan oleh pemilik situs berita untuk di share melalui media-media lain asalkan sumber resmi berita tersebut dicantumkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 14 c UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimana : “ Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta pengambilan berita aktual (berita yang diumumkan dalam waktu 1 x 24 jam sejak pertama kali diumumkan) baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan Surat Kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.”