Berikut adalah contoh kasus
perlindungan konsumen listrik.
Di Batam tarif listrik mengalami
kenaikan sebesar 14,8% yang diberlakukan sejak tanggal 1Oktober 2008. Hal
ini membuat masyarakat khususnya dunia usaha mengajukan keberatan atas
kenaikan tarif listrik tersebut karena kenaikan tersebut dapat menyebabkan
dunia usaha mengalami gulung tikar akibat pengelola harus menanggung kenaikan
lebih dari 50% dari sebelumnya.
Sesuai dengan penjelasan UU
Perlindungan Konsumen, bahwa tarif atau harga tidak menjadi objek perlindungan
konsumen, yang menjadi objek adalah tentang cara menjual pelaku usaha. Namun,
apabila PLN memberikan pelayanan yang kurang maksimal, maka konsumen dapat
melakukan tuntutan kepada PT PLN.
Atas dasar tersebut, Yayasan Lembaga
Konsumen Batam mengimbau kepada masyarakat untuk melakukan pemantauan dan
mengajukan tuntutan jika pelayanan PLN tidak sesuai janjinya.
Contoh lainnya seperti pencatatan
meteran listrik yang tidak sesuai dengan pemakaian atau pembebanan biaya
pemberitahuan tagihan kepada konsumen, padahal sebelumnya tidak ada kesepakatan
antara konsumen dengan PT PLN tentang hal tersebut, berarti PT PLN melakukan
tindakan secara sepihak tanpa kesepakatan dua belah pihak.
Pada dasarnya hukum perjanjian yang
berlaku selama ini mengandaikan adanya kesamaan posisi tawar diantara para
pihak, namun dalam kenyatannya asumsi yang ada tidaklah mungkin terjadi apabila
perjanjian dibuat antara pelaku usaha dengan konsumen. Pada saat membuat
perjanjian, konsumen dengan pelaku usaha posisi tawarnya menjadi rendah, untuk
itu diperlukan peran dari berbagai sisi untuk menjadi penyeimbang ketidaksamaan
posisi tawar melalui UU, tetapi peran konsumen yang berdaya juga harus terus menerus
dikuatkan dan disebarluaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar