Para
anggota BSA termasuk ADOBE, AutoDesk, Bently, CNC Software, Lotus Development,
Microsoft, Novell, Symantec, dan Santa Cruz Operation adalah
perusahaan-perusahaan pencipta program atau piranti lunak computer untuk
computer pribadi (PC) terkemuka didunia, dan juga adalah badan hukum Amerika
Serikat yang berkedudukan di Amerika Serikat. Oleh karena itu program atau
piranti lunak computer, buku-buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak
computer dan buku-buku sejenis lainnya ciptaan perusahaan-perusahaan tersebut
dilindungi pula oleh Undang-Undang Hak Cipta Indonesia.
Disamping
itu, orang ataupun perusahaan juga dapat dikenakan gugatan perdata dari
pemegang atau pemilik hak cipta itu, yang dapat menuntut ganti rugi dan atau
memohon pengadilan untuk menyita produk-produk bajakan tersebut dan
memerintahkan anda atau perusahaan anda menghentikan pelanggaran-pelanggaran
itu. Kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh teknologi informasi tidak dapat lepas
dari keberadaan HKI. Secara umum HKI adalah perlindungan hukum yang berupa hak
yang diberikan oleh negara secara eksklusif terhadap karya-karya yang
lahir dari suatu proses kreatif pencipta atau penemunya. Cyberspace yang
ditopang oleh dua unsure utama, computer dan informasi, secara langsung
bersentuhan dengan obyek-obyek pengaturan dalam HKI, yaitu cipta, paten, merek,
desain industri, rahasia dagang dan tata letak sirkit terpadu. HKI mendapatakan
sorotan khusus karena hak tersebut dapat disalahgunakan dengan jauh lebih mudah
dalam kaitannya dengan fenomena konvergensi teknologi informasi yang terjadi.
Tanpa perlindungan, obyek yang sangat bernilai tinggi ini dapat menjadi tidak
berarti apa-apa, ketika si pencipta atau penemu tidak mendapatkan penggantian
biaya yang telah dikeluarkannya selama proses penciptaan ketika orang lain
justru yang memperoleh manfaat ekonomis dari karyanya. Di Indonesia pelanggaran
HKI sudah dalam taraf yang sangat memalukan. Indonesia mendudki peringkat
ketiga terbesar dunia setelah Ukraine dan China dalam soal pembajakan software.
Pembajakan yang terjadi di Indonesia dalam bidang computer sungguh sangat
memprihatinkan. Sekitar lebih dari 90% program yang digunakan di Indonesia
merupakan program yang disalin secara ilegal. Dampak dari pembajakan tersebut
menurunkan citra dunia Teknologi Informasi Indonesia pada umumnya. Hal ini
menurunkan tingkat kepercayaan para investor, dan bahkan juga menurunkan
tingkat kepercayaan calon pengguna tenaga TI Indonesia. Pada saat ini bisa
dikatakan tenaga TI Indonesia belum dapat dipercaya oleh pihak Internasional,
hal ini tidak terlepas dari citra buruk akibat pembajakan ini. Yang lebih
memprihatinkan lagi dikarenakan Indonesia merupakan Negara Asia pertama yang
ikut menandatangani Perjanjian “Internet Treaty” di Tahun 1997. Tapi Indonesia
justru masuk peringkat tiga besar dunia setelah Vietnam dan Cina, sebagai
Negara paling getol membajak software berdasarkan laporan BSA (Bussiness Software
Alliance). Suburnya pembajakan software di Indonesia disebabkan karena
masyarakatnya masih belum siap menerima HKI, selain itu pembajakan software
sepertinya sudah menjadi hal yang biasa sekali di negeri kita dan umumnya
dilakukan tanpa merasa bersalah. Bukan apa-apa, di satu sisi hal ini disebabkan
karena masih minimnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai hak dan
kekayaan intelektual yang terdapat pada setiap software yang digunakan. Di sisi
lain, harga-harga software propriatery tersebut bisa dikatakan diluar jangkauan
kebanyakan pengguna di indonesia.
Permasalahan
yang cukup menggelitik adalah kenyataan bahwa penggunaan software bajakan ini
tidak hanya melingkupi publik secara umum saja, namun pula mencakup kalangan
korporat, pemerintahan, atau bahkan para penegak hukumnya sendiri pun bisa
dikatakan belum bisa benar-benar dikatakan bersih dari penggunaan software
bajakan. Untuk mengurangi angka pembajakan di dunia yang semakin hari semakin
meningkat maka sebuah perkumpulan industri yang bergerak di software AS yang
dikenal dengan BSA (Business Software Aliance) sudah menyatakan perang dan akan
terus melacak penggunaan software illegal oleh perusahaan swasta dengan
cara melibatkan masyarakat melalui sayembara berhadiah Rp.50 juta bagi siapa
saja yang memberikan informasi yang akurat dan tepat tentang penggunaan
software illegal di perusahaan. Informasi yang masuk ke BSA bisa saja dari
masyarakat luas, bias saja dari karyawan perusahaan itu sendiri yang tidak
loyal sehingga mereka memberikan informasi kepada BSA.
Sementara
pemerintah Indonesia akan menggiatkan kampanye melawan pelanggaran Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) dan akan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
masalah ini. Pemerintah juga akan meningkatkan frekuensi pembersihan (razia),
memperberat hukuman terhadap para pelanggar HKI dan melakukan usaha-usaha untuk
mencegah masuknya produk-produk bajakan ke Indonesia. Salah satu langkah yang
diambil pemerintah Indonesia adalah dengan membentuk Tim Keppres 34, yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan perundang-undangan hak cipta, merek dan
paten. Dampak pembajakan software di Indonesia tidak hanya merugikan perusahaan
pembuat software saja, tetapi pemerintah Indonesia juga akan terkena dampaknya.
Industri software local menjadi tidak berkembang karena mereka tidak mendapat
hasil yang setimpal akibat aksi pembajakan ini. Selain itu mereka menjadi
enggan untuk memproduksi software, karena selalu khawatir hasilnya akan
dibajak.
Terlepas
dari perusahaan software yang semakin hari merugi karena aksi pembajakan,
sebetulnya dunia TI Indonesia kini benar-benar menghadapi suatu masalah besar.
Dengan berlakunya TRIPs (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights
Agreement) yang dicanangkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mulai 1 Januari
2000, produsen-produsen paket piranti lunak komputer terutama yang tergabung
dalam Business Software Alliance (BSA) akan menuntut pembajak program buatan
mereka ditindak tegas sesuai ketentuan. Amerika Serikat, melalui United State
Trade Representatif yang dalam beberapa tahun belakangan ini menempatkan
Indonesia pada posisi priority watch list. Kedudukan ini sekelas dengan negara-negara lain seperti,
Cina, Bulgaria, Israel, Malaysia, Brunei, Afrika Selatan, Mexico, maupun Korea.
Padahal, pengelompokan ini bukan tanpa sanksi. Jikalau Indonesia tak dapat
memperbaiki keadaan, maka sanksinya adalah penggunaan spesial 301 pada United
States (US) Trade Act. Ketentuan ini memberikan mandat kepada pemerintah
Amerika Serikat untuk melakukan pembalasan (retaliation) di bidang ekonomi
kepada Indonesia. "Dalam hal ini, pasar Indonesia di Amerika Serikat yang
menjadi taruhannya, bidang yang menjadi sorotan utama, yakni hak cipta
menyangkut pembajakan video compact disk serta program komputer, dan paten
berkenaan dengan obat-obatan (pharmaceuticals). Karena itu, yang penting
sebenarnya, adalah komitmen dari penegak hukum Indonesia pada standar
internasional mengenai HKI sendiri. Apalagi, Indonesia
sudah menyatakan ikut dalam convention Establishing on the World Trade
Organization (Konvensi WTO) yang di dalamnya terdapat Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights Agreement (TRIPs).
Memang hukuman tersebut belum dilakukan secara langsung, tapi dapat berakibat pada eksport Indonesia ke USA, dan yang buntut-buntutnya mempengaruhi perekonomian Indonesia pada umumnya. Sayang sekali masih diabaikan oleh masyarakat luas, termasuk pihak pendidikan, bidang HKI sangat lekat dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pertumbuhan penghormatan atas HKI tumbuh sejalan dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. " Jika suatu negara perekonomiannya tergantung pada investasi asing, maka mereka pun sangat berkepentingan dengan perlindungan HKI. Keluhan utama dari investor Amerika Serikat adalah belum memadainya penegakan hukum bidang HKI di Indonesia.
Memang hukuman tersebut belum dilakukan secara langsung, tapi dapat berakibat pada eksport Indonesia ke USA, dan yang buntut-buntutnya mempengaruhi perekonomian Indonesia pada umumnya. Sayang sekali masih diabaikan oleh masyarakat luas, termasuk pihak pendidikan, bidang HKI sangat lekat dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pertumbuhan penghormatan atas HKI tumbuh sejalan dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. " Jika suatu negara perekonomiannya tergantung pada investasi asing, maka mereka pun sangat berkepentingan dengan perlindungan HKI. Keluhan utama dari investor Amerika Serikat adalah belum memadainya penegakan hukum bidang HKI di Indonesia.
Menurut kami solusi dalam pelanggaran HKI adalah
kesadaran dari diri sendiri akan pentingnya menghargai hasil karya milik orang
lain. Apabila tidak mampu membeli software original masih ada alternatif selain
membeli atau menggunakan versi bajakan yaitu dengan menggunakan software
alternatif versi open source yang bebas digunakan dan
diperbanyak oleh siapapun namun tidak untuk dikomersilkan, dengan mengerti
segala konsekuensinya maka tidak akan terjadi pelanggaran-pelanggaran HKI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar